Senin, 29 Juni 2009

Otoriter ke Liberal, Perubahan yang Lebih Baik atau Lebih Buruk?

Perkembangan otorisme pada pertengahan abad ke-15 juga menyebabkan timbul satu konsep otoriter di kehidupan pers di dunia. Dengan prinsip dasar otorisme yang cukup sederhana bahwa pers hadir untuk mendukung negara dan pemerintah. Mesin cetak yang ketika itu baru diciptakan tidak dapat digunakan untuk mengecam dan menentang negara atau penguasa.
Dewasa ini otoritarisme berkembang luas, terutama bila konsep komunis atau pembangunan dipahami sebagai perbedaan dari otoritarisme tradisional. Contohnya negara-negara berkembang, wartawan barat seringkali menghadapi berbagai macam kesulitan saat melakukan peliputan, seperti visa masuk ditolak, berita disensor, bahkan penculikan dan dipenjara.
Pada Pers Otoritarian media massa dianggap sebagai alat untuk melaksanakan kebijakan pemerintah, walau pun tidak harus dimiliki pemerintah. Kepemilikan bisa oleh perorangan atau masyarakat melalui paten atau ijin yang diberikan penguasa. Dalam sistem ini media diawasi oleh penguasa lewat kontrol serikat buruh, perijinan dan sensor.
Dengan pengaruh pemerintah terhadap pers otoritarian menyebabkan tidak adanya kreativitas dalam sistem pers tersebut. Bukan tidak mungkin apabila berita atau informasi yang diberikan oleh media tersebut akan sangat membosankan karena selalu mendukung pemerintah dan membenarkan apa yang pemeritah tetapkan meski sebetulnya kebijakan tersebut semakin “memenjarakan” rakyatnya. Meski masyarakat umum boleh membuat media massa, namun mereka harus mendapat izin dulu dari pemerintah, isi dari beritanya pun harus mengalami sistem penyensoran sebelum diterbitkan.
Meskipun telah disadari konsep ini cenderung menekan hak-hak individu atau masyarakat khususnya untuk bebas mengungkapkan, menyebarkan, dan mendapatkan informasi dari kebenaran fakta namun disadari juga bahwa dalam masyarakat prademokrasi atau masyarakat yang berciri kediktatoran adanya kecendrungan otoriter dalam hubungannya dengan media yang umumnya tidak bersifat totaliter tidak bisa diabaikan. ltulah mengapa konsep itu tanpa disadari tetap bertahan dan berlaku dengan kenyataan bahwa pada situasi tertentu konsep otoriterisme mengungkapkan itikad yang populer dan dalam semua masyarakat terdapat berbagai situasi di mana kebebasan pers bisa jadi bertentangan dengan kepentingan negara atau masyarakat misalnya dalam suasana kekacauan yang ditimbulkan teroris dan ancaman perang. Maka banyak negara melakukan pengendalian yang besar terhadap teater, film, penyiaran dan radio yang bila dibandingkan persentasenya lebih besar dari pada terhadap surat kabar dan buku. Secara sah atau tidak sah teori ini membenarkan penguasaan media oleh pihak yang berkuasa dalam masyarakat.

Kelebihan teori otoriter:
• Konflik dalam masyarakat cenderung berkurang karena adanya pengawasan hal-hal yang dianggap dapat menggoncangkan masyarakat. Keadaan seperti ini memudahkan pemerintah untuk mempengaruhi pilihan dan sikap dari masyarakatnya. Control pemerintah yang ketat cukup menghalangi pengaruh luar untuk masuk ke dalam ruang lingkup negara tersebut.
• Mudah membentuk penyeragaman/integritas dan konsensus yang diharapkan khususnya secara umum pada negara sedang membangun yang memerlukan kestabilan. Negara membutuhkan integritas dan konsensus untuk menciptakan kestabilan di dalamnya. Dengan pengawasan dari pemerintah otoriter, diharapkan mampu menciptakan integritas dan konsensus tersebut.


Kekurangan :
• Adanya penekanan terhadap keinginan untuk bebas mengemukakan pandangan/ pendapat. Ketika seseorang tidak bisa lepas dari tekanan orang lain maka dia hanya akan bisa mengikuti apa yang orang lain katakana. Keadaan seperti ini lama kelamaan akan menciptakan setiap orang ingin keluar dan bebas. Keinginan bebas yang seperti ini akan membuat masyarakat menjadi anarkhi. Meski konflik menurut teori ini bisa ditekan, namun apabila hampir semua rakyatnya ingin bebas, maka negara tidak akan aman dan rakyat menjadi seenaknya saja.
• Mudah terjadi pembredelan penerbitan media yang cenderung menghancurkan suasana kerja dan lapangan penghasilan yang telah mapan. Meski suatu media massa sudah sangat mapan, bila media tersebut mengeluarkan berita yang mengkritik pemerintah atau tidak sependapat dengan pamerintah, tak segan-segan penerbitan media itu akan segera ditutup.
• Tertutupnya kesempatan untuk berkreasi. Bukan tidak mungkin informasi dari luar yang tidak bisa masuk menjadi boomerang bagi negara otoriter tersebut. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak mampu menerima informasi terbaru dari perkembangan dunia. Meski individu memiliki kreativitas yang sangat baik, tidak akan berguna bagi siapa saja bahkan individu itu sendiri karena adanya pengawasan dan larangan yang ketat dari pemerintah.


Teori pers liberal atau juga dikenal dengan teori pers bebas pertama sekali muncul pada abad ke-17 yang merupakan reaksi atas kontrol penguasa terhadap pers. Teori pers liberal adalah merupakan perkembangan dari teori pers sebelumnya, yaitu teori pers otoriter yang jelas-jelas sangat didominasi oleh kekuasaan dan pengaruh penguasa melalui berbagai upaya yang sangat mengekang dan menekan keberadaan pers.
Konsep pers yang diterapkan di Barat merupakan penyimpangan demokratis dari kontrol otoritarian tradisional. Perjuangan konstitusional yang panjang di Inggris dan Amerika Serikat lambat-laun telah melahirkan sistem pers yang relatif bebas dari kontrol pemerintah yang sewenang-wenang. Pada kenyataannya, definisi tentang kebebasan pers merupakan hak dari pers untuk melaporkan, mengomentari, dan mengkritik pemerintah. Sejarah mencatat, fitnah yang menghasut berarti kritik terhadap pemerintah, hukum, atau pejabat pemerintah. Ketiadaan dalam suatu negara, fitnah yang menghasut sebagai kejahatan dianggap sebagai ujian terhadap kebebasan menyatakan pendapat yang secara pragmatis dibenarkan sebab berbicara yang relevan secara politik merupakan semua pembicaraan yang termasuk dalam kebebasan pers.
Kebebasan politik tidak menghalangi kontrol ekonomi dan campur tangan terhadap praktek jumalistik. Suatu sistem media yang dimiliki swasta, dalam derajat yang berbeda, akan mencerminkan kepentingan dan kepedulian pemiliknya. Supaya tetap bebas dari kontrolluar, termasuk pemerintah, media harus kuat secara financial dan menguntungkan. Tapi keunggulan dan keuntungannya tidak memiliki arah yang sama, meskipun beberapa media berita yang terbaik sangat menguntungkan pemiliknya. Bagaimanapun, mencari uang merupakan tujuan utama jumalistik. Dan bagi mereka, kemandirian serta pelayanan publik kurang memiliki makna (atau sedikit diberi perhatian).
Pemerintah diberi peran terbatas dalam mencampuri urusan operasional media dan dalam mengatur peraturan jika kepentingan umum tidak akan dilayani secukupnya. Peraturan pemerintah dalam siaran di negara-negara Barat menunjukkan contoh yang baik mengenai kedudukan tanggung jawab sosial.
Kesulitan dan kemungkinan ketidakkonsistenannya hanya timbul pada saat menguraikan kebebasan pers sebagai hak fundamental, menerapkan batasan aplikasinya, dan merinci bentuk lembaga yang paling tepat untuk mengungkapkan pendapat dan mencari perlindungan dalam masyarakat tertentu. Teori pers bebas dipandang sebagai komponen yang penting dari amsyarakat yang bebas dan rasional. Perkiraan yang paling mendekati kebenaran akan timbul dari pengungkapan sudut pandang lain dan kemajuan bagi masyarakat akan bergantung pada pilihan pemecahan yang "benar" daripada yang "salah".
Meskipun dalam teorinya, pers liberal merupakan bentuk pers yang paling ideal, tetapi dalam aplikasinya kebebasan pers masih jauh dari apa yang diharapkan. Persoalan tentang apakah hal itu merupakan tujuan pers itu sendiri, sebagai sarana untuk mencapai tujuan, atau merupakan hak mutlak belum benar-benar terwujudkan. Ada yang menyatakan bahwa apabila kebebasan pers itu dipasung sampai tingkat yang mengancam moral yang baik dan kewenangan negara, maka hal itu harus dikekang. Tidak ada negara yang akan benar-benar mentolerir kebebasan pers yang mengakibatkan perpecahan negara dan membuka pintu banjir kritik terhadap pemerintah yang dipilih secara bebas yang memimpin negara itu.
Walaupun pada dasamya kebebasan pers merupakan idaman, bukan hanya bagi kalangan pers itu sendiri, tetapi juga bagi masyarakat karena masyarakatlah yang menjadi konsumen informasi melalu pemberitaan pers tetapi kebebasan pers dalam prakteknya tidaklah benar-benar bebas dari segala bentuk kepentingan. Pers yang bebas bukan berarti pers yang benar-benar independen dan tidak memihak. Karena bagaimanapun juga, pers itu memiliki kepentingan tertentu. Jikapun lepas dari pemerintah, pers bebas tetap bersandar pada kepentingan para pemilik modal, dalam hal ini pemilik media yang ditumpangi oleh para pelaku pers. Terkadang hal inilah yang menjadi dilema bagi kalangan pelaku pers, dimana di satu pihak ia berupaya untuk dapat memberikan dan menyajikan informasi yang benar-benar "netral" , berimbang dan sesuai dengan fakta, tetapi dipihak lainnya ia harus dapat memberikan keuntungan, baik materil maupun non materil kepada para pemilik modal yang menaunginya.

Andri Fatahillah, 153070235 PSMM kls A

Sabtu, 27 Juni 2009

Pers Libertarian dan Pers Otoritarian

Liberal
Kaum liberal menganut faham kebebasan memilih dalam hal-hal pribadi, tetapi cenderung untuk mendukung kendali pemerintah secara signifikan dalam bidang ekonomi. Mereka secara umum mendukung pemerintah yang didanai oleh "jaringan penyelamat" untuk membantu kalangan miskin, dan mendukung peraturan yang tegas terhadap kalangan bisnis. Cenderung kaum liberal untuk menyukai peraturan-peraturan mengenai keselamatan lingkungan, mempertahankan kebebasan-kebebasan sipil dan kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat, mendukung tindakan pemerintah untuk menyuarakan persamaan hak, dan toleransi terhadap gaya hidup yang berbeda.

Teori Libertarian
Teori ini memutarbalikkan posisi manusia dan Negara sebagaimana yang dianggap oleh teori Otoritarian. Manusia tidak lagi dianggap sebagai mahluk berakal yang mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, antara alternatif yang lebih baik dengan yang lebih buruk, jika dihadapkan pada bukti-bukti yang bertentangan dengan pilihan-pilihan alternatif. Kebenaran tidak lagi dianggap sebagai milik penguasa. Melainkan, hak mencari kebenaran adalah salah satu hak asasi manusia. Pers dianggap sebagai mitra dalam mencari kebenaran.
Teori pers liberal atau juga dikenal dengan teori pers bebas pertama sekali muncul pada abad ke-17 yang merupakan reaksi atas kontrol penguasa terhadap pers. Teori pers liberal adalah merupakan perkembangan dari teori pers sebelumnya, yaitu teori pers otoriter yang jelas-jelas sangat didominasi oleh kekuasaan dan pengaruh penguasa melalui berbagai upaya yang sangat mengekang dan menekan keberadaan pers.
Kebenaran bisa muncul dari hasil diskusi atau perdebatan antar argumen yang rasional. Dalam teori Libertarian, pers bukan instrumen pemerintah, melainkan sebuah alat untuk menyajikan bukti dan argumen-argumen yang akan menjadi landasan bagi orang banyak untuk mengawasi pemerintahan dan menentukan sikap terhadap kebijaksanaannya. Dengan demikian, pers seharusnya bebas dari pengawasan dan pengaruh pemerintah. Agar kebenaran bisa muncul, semua pendapat harus dapat kesempatan yang sama untuk didengar, harus ada pasar bebas pemikiran-pemikiran dan informasi. Baik kaum minoritas maupun mayoritas, kuat maupun lemah, harus dapat menggunakan pers.
Sebagian besar Negara non komunis, paling tidak di bibir saja, telah menerima teori pers Libertarian. Tetapi pada abad ini telah ada aliran-aliran perubahan. Aliran ini berbentuk sebuah Otoritarianisme baru di Negara-negara komunis dan sebuah kecenderungan kearah Liberitarianisme baru di Negara-negara non komunis.
Teori ini berkembang di Inggris setelah tahun 1688, dan kemudian di Amerika Serikat. Teori ini muncul dari tulisan-tulisan Locke, Milton dan Mill, dan filsafat umum tentang rasionalisme dan hak-hak asasi. Tujuan utamanya adalah memberi informasi, menghibur dan berjualan, tetapi tujuan utamanya adalah membantu untuk menemukan kebenaran dan mengawasi pemerintah. Dalam teori ini disebutkan, media massa diatur oleh siapa saja yang mempunyai kemampuan ekonomi untuk menggunakannya. Media dikontrol dengan proses pelurusan sendiri untuk mendapatkan kebenaran pasar ide yang bebas, serta melalui pengadilan. Media massa dilarang melakukan penghinaan, kecabulan, kerendahan moral dan pengkhianatan pada masa perang. Media massa dianggap sebagai alat untuk mengawasi pemerintah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mayarakat lainnya.
Teori liberal berkembang di Inggris dan Amerika Serikat setelah tahun 1688. Teori pers liberal merupakan penerapan filsafat umum rasionalisme dan hak-hak ilmiah dalam bidang pers. Tugas pers yang terpenting di sini memberikan informasi, menghibur, menjual, membantu menemukan yang terbaik, dan melaksanakan kontrol sosial serta pemerintahan. Pemanfaatan pers secara terbuka, maksudnya siapapun berhak untuk menggunakannya. Pemberitaan yang dilarang berupa pemberitaan yang bersifat fitnah, cabul, tidak senonoh, dan penghianatan saat perang. Perusahaan pers biasanya dimiliki oleh kalangan privat (swasta). Mekanisme aktivitas pers difokuskan pada tindakan memeriksa/mengontrol pemerintah dan mempertemukan kepentingan-kepentingan masyarakat. Libertarian theory akan berkembang menjadi responsibility theory. Dalam teori liberal, pers bukan alat pemerintah melainkan sebagai alat untuk menyajikan fakta, alasan, dan pendapat rakyat untuk mengawasi pemerintah (social control terhadap pemerintah) sebagai berikut:
1. Memberi penerangan kepada masyarakat
2. Melayani kebutuhan pendidikan politik masyarakat
3. Melayani kebutuhan bisnis
4. Mencari keuntungan .
5. Melindungi hak warga masyarakat
6. Memberi hiburan kepada masyarakat.

Gaya Kepemimpinan Otoriter
Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan.
Perkembangan otorisme pada pertengahan abad ke-15 juga menyebabkan timbul satu konsep otoriter di kehidupan pers di dunia, berawal di Inggris, Perancis dan Spanyol dan kemudian menyebar ke Rusia, Jerman, Jepang, dan negara-negara lain di Asia dan Amerika Latin pada abad ke-16. Dengan prinsip dasar otorisme yang cukup sederhana bahwa pers hadir untuk mendukung negara dan pemerintah. Mesin cetak yang ketika itu baru diciptakan tidak dapat digunakan untuk mengecam dan menentang negara atau penguasa. Pers bertungsi secara vertikal dari atas ke bawah dan penguasa berhak menentukan apa yang akan diterbitkan atau disebarluaskan dengan monopoli kebenaran di pihak penguasa. Konsep ini didukung oleh teori Hegel, Plato dan Karl Marx yang pada inti ajarannya (meskipun cenderung pada konsep sosialisme) mengagungkan negara sedemikian rupa dan berpendapat bahwa negara memiliki hak dan kewajiban untuk membela dan melindungi dirinya sendiri dengan segala cara yang dipandang perlu. Kekuatan pers yang diakui sebagai kekuatan keempat (fourth estate) menyebabkan negara atau penguasa mengalami phobia terhadap pers yang selalu menjadi pihak yang pertama tahu dan biang untuk menyebarkan kelemahan dan cela atau hal-hal yang merugikan negara atau penguasa.
lstilah otoriter mengacu pada tingkat pengaturan pers yang sangat besar. Pers diharapkan netral, namun ditujukan dalam hubungannya dcngan pemerintah atau kelas penguasa dengan pengaturan yang disengaja atau tidak disengaja pers digunakan sebagai alat kekuasan negara untuk menekan. Penyensoran pendahuluan dan hukuman atas penyimpangan dari pedoman (seperti pembredelan perusahaan penerbitan pers) khususnya yang berlaku bagi hal-hal yang politis. Bentuk penterapan dan pengungkapan teori otoriter sangat beragam, melalui perundangundangan, pengendalian produksi secara langsung, kode etik yang diberlakukan, pajak dan jenis sanksi ekonomi lainnya, pengendalian impor media, dan hak pemerintah untuk mengangkat star ptoduksi.
Berkaitan dengan konsep otoriter yang tidak terlepas dari pemerintah atau penguasa, di mana selain bahwa media memiliki konsekuensi dan nilai ekonomi dan objek persaingan untuk memperebutkan kontrol dan akses. Maka dalam hubungannya dengan pemerintah atau penguasa, media massa dipandang sebagai alat kekuasaan yang efektif karena kemampuannya untuk melakukan salah satu (atau lebih) dari beberapa hal berikut:
• Menarik dan mengarahkan perhatian
• Membujuk pendapat dan anggapan
• Mempengaruhi pilihan dan sikap
• Memberikan status dan legitimasi
• Medefinisikan dan membentuk persepsi realitas.
Dalam hubungan media massa dengan masyarakat, konsep otoriter ini mengambil dalih bahwa media massa merupakan corong penguasa, pemberi pendapat dan instruksi serta kepuasan jiwani. Media massa bukan saja membentuk hubungan ketergantungan masyarakat terhadap media itu sendiri tetapi juga dalam menciptakan identitas dan kesadaran. Menurut C. W. Mills potensi media massa diarahkan untuk pengendalian nondemokratis yang berasal 'dari atas'. Teori Marxis menekankan kenyataan bahwa media massa pada hakikatnya merupakan alat kontrol kelas penguasa kapitalis. Sebagai suatu kelas yang mengatur produksi kelas kelas tersebut juga akhirnya menguasai dan menentukan gagasan pada masyarakatnya, maka gagasan mereka diidentikkan dengan gagasan penguasa. Orang yang berada dalam kelas ini adalah orang berada yang juga terjun dalam dunia politik.

Ciri-ciri pers otoriter:
1. Media seyogyanya tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak wewenang yang ada.
2. Media selamanya harus tunduk pada penguasa yang ada
3. Media seyogyanya menghindari perbuatan yang menentang nilai-nilai moral dan poltik atau dominan mayoritas.
4. Penyensoran dapat dibenarkan untuk menerapkan prinsip-prinsip yang dianut
5. Kecaman yang tidak dapat diterima terhadap penguasa, penyimpangan dari kebijaksanaan resmi, atau perbuatan yang menentang kode moral dipandang sebagai perbuatan pidana
6. Wartawan atau ahli media lainnya tidak memiliki kebebasan di dalam organisasi medianya.

Kelebihan dan Kekurangan Sistem Otoritarian
Setiap konsep yang memiliki relativisme yang tinggi karena tergantung olehnilai, norma bahkan kebutuhan masyarakatnya, setiap hal di dunia ini padakodratnya memiliki dua sisi, baik dan buruk, benar dan salah. Maka konsepotoritarian ini pun memiliki kelebihan yang menyebabkan suatu konsep itu tetap digunakan dan menimbulkan efek yang diinginkan masyarakat juga memiliki kekurangan.
Kelebihan teori otoriter:
• Konflik dalam masyarakat cenderung berkurang karena adanya pengawasan hal-hal yang dianggap dapat menggoncangkan masyarakat
• Mudah membentuk penyeragaman/integritas dan konsensus yang diharapkan khususnya secara umum pada negara sedang membangun yang memerlukan
kestabilan.
Kekurangan :
• Adanya penekanan terhadap keinginan untuk bebas mengemukakan pendangan/ pendapat
• Mudah terjadi pembredelan penerbitan media yang cenderung menghancurkan suasana kerja dan lapangan penghasilan yang telah mapan.
• Tertutupnya kesempatan untuk berkreasi.

ANDRI FATAHILLAH, 153070235